Selamat Datang

Selamat Datang di Blog yang penuh manfaat

Senin, 21 Februari 2011

KARAKTERISTIK SIKAP SISWA


Pengertian sikap mengandung aspek mental seperti dikatakan Koentjoroningrat (1985) bahwa sikap suatu desposisi atau keadaan mental di dalam jiwa dan diri seseorang individu untuk bereaksi terhadap lingkungannya baik lingkungan manusia atau masyarakat maupun lingkungan alamiah atau lingkungan fisiknya.
Di samping mencakup aspek mental, menurut Lange seperti yang dikutip oleh (Azwar, 2002) sikap juga mencakup respon fisik. Selanjutnya dikatakan oleh Morgan dan King ( dalam Azwar , 2002 ) bahwa sikap mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kesukaan, ketidaksukaan dan perilaku seseorang.
Sikap merupakan respon evaluatif yang dapat berbentuk positif maupun negatif terhadap suatu obyek peristiwa. Atas dapat dikatakan sebagai titik awal penentu dari gerakan jalan pikiran dan kenyataan manusia dalam kehidupan (Suit dan Almasdi, 2000).
Banyak ahli psikologi memberikan pengertian tentang sikap yang berbeda-beda sesuai sudut pandang mereka masing-masing. Sedikitnya ada tiga kelompok pemikir mengenai sikap (Azwar, 2002). Kelompok pertama mengartikan sikap sebagai suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap suatu obyek yang bisa bersifat mendukung atau tidak mendukung. Kelompok pemikir kedua mengartikan sikap sebagai kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Atau dapat dikatakan bahwa sikap adalah respons terhadap stimulus sosial yang telah terkondisikan. Sedangkan kelompok ketiga mengartikan sikap sebagai konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, konotif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu subyek.
Ketiga batasan di atas dapat diklasifikasikan sebagai pandangan tradisional. Sementara para pakar psikologi sosial mutakhir (pandangan modern) mengklasifikasikan tentang sikap ke dalam dua pendekatan. Pendekatan pertama memandang sebagai kombinasi kecenderungan reaksi afektif, perilaku dan kognitif terhadap suatu obyek. Ketiga komponen tersebut secara simultan mengorganisasikan sikap independen. Sementara pendekatan kedua membatasi sikap hanya pada aspek afektif (Azwar, 2002)
Sikap menurut Gagne (1984) “Attitudes have often been described as response tendencies, or as states characterized by readiness to respon” (sikap sering kali digambarkan sebagai kecenderungan merespon atau dinyatakan secara khusus kesiapan untuk merespon).
Compbell ( dalam Azwar , 22002 )) mengartikan sikap sebagai berikut:
Sikap sosial dicirikan oleh konsistensi dalam merespon terhadap obyek-obyek sosial. Konsistensi itu mempermudah pengembangan sistem sikap dan nilai yang terpadu yang dipergunakan untuk menentukan bila menghadapi kemungkinan situasi-situasi yang luas.
Atas dasar beberapa pengertian sikap tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sikap sosial adalah kecenderungan individu untuk bertindak terhadap obyek di sekitarnya yang berkaitan dengan orang lain, masyarakat dan negara.
Berpijak pada kerangka berpikir uraian sikap sosial tersebut di atas maka dikemukakan oleh Azwar ( 2002 ) tentang beberapa indikator pengertian sikap sosial, yaitu:
a.    Kecenderungan individu untuk bertindak terhadap obyek di sekitarnya yang berkaitan dengan orang lain, masyarakat dan negara.
b.   Belum dapat dinilai/mempunyai arti, jika belum diwujudkan dalam perilaku.
c.    Apa yang ia lakukan sesuai dengan pikiran, hati dan keyakinanya.
d.   Sikap berkaitan dengan aspek psikologis yang menunjuk ke arah positif dan negatif.
Setiap siswa/manusia memiliki sikap yang berbeda-beda, hal ini disebabkan banyak faktor, yaitu faktor intern (dalam dirinya) dan faktor ekstern (pengaruh dari luar) seperti pengaruh pendidikan keluarga, sekolah, pergaulan di masyarakat dan pengalamannya. Pengaruh intern dan ekstern tersebut akan membentuk baik buruknya karakter dan kepribadian siswa.
Aspek Sikap
Menurut Tirandis (dalam Suit dan Almasai ,2002  ) sikap pada umumnya disepakati mengandung 3 aspek yang dapat diselidiki secara terpisah atau bersama-sama yaitu:
1.   Aspek kognitif yang berkaitan dengan gagasan atau porposi yang menyatakan hubungan antara situasi dan obyek sikap.
2.   Aspek afektif yang berkaitan dengan emosi atau perasaan yang menyertai gagasan.
3.   Aspek perilaku yang berkaitan dengan pradisposisi atau kesiapan untuk bertindak.
Sedangkan Mar’at (1982) membagi sikap menjadi 3 komponen yaitu: (1) kognisi: berhubungan dengan keyakinan (belief) ide dan konsep; (2) afektif menyangkut kehidupan emosional seseorang; (3) konasi merupakan kecenderungan untuk bertingkah laku. Ketiga komponen sikap ini tidak berdiri sendiri, melainkan berinteraksi satu dengan yang lainnya. Dengan demikian timbulnya sikap terhadap suatu obyek tidak bisa terlepas dari pengaruh ketiga komponen tersebut.
Krathwohl, D.R. ( dalam Azwar, 2002 ) membedakan domain efektif menjadi lima tingkat yaitu:
1)   Receiving (attending):
a.    Mengamati, menyadari dan merasakan yang diartikan sebagai mengindera keberadannya.
b.   Willingnes to receive: bersedia menerima, bertoleransi
c.    Controlled or selected attention: membedakan, menyisihkan, memisah, memilih, mengeksklusifkan dari yang lain.

2)   Responding:
a.    Acquiessence in responding: tunduk, menurut, mengikuti perintah.
b.   Willingness to respond: memberikan respon dengan sukarela, tanpa merasa dipaksa.
c.    Satisfaction in response: melakukan kegiatan sebagai respon disertai dengan senang hati.
3)   Valuing:
a.    Acceptance of a value: mengikat dirinya dengan sesuatu keyakinan (beliefs) banyak bertanya tentang keyakinan dan mengidentifikasi keyakinan tersebut.
b.   Preference for value: memburu keyakinanya dengan aktif mendambakan keyakinan dengan bersedia mengorbankan waktu dan usaha, melakukan tindakan dengan sukarela.
c.    Commitment: menerima dengan mantap dan punah tanggung jawab serta yakin bahwa yang dipilihnya benar.
4)   Organization:
a.    Conceptualization of a value: mengadakan klarifikasi mengenal makna dari keyakinannya, melihat hubungan dan membuat generalisasi.
b.   Organization of a value system: mengurutkan dan mengorganisasikan keyakinannya hingga menjadi sesuatu yang konsisten dan harmonis.
5)   Characterization by a value or value complex
a.    Generalized set: merespon sesuai dengan sistem nilai yang sudah digenealisasikan dan dijadikan landasan dalam berperilaku.
b.   Characterization: merespon secara konsisten sesuai dengan filsafat hidupnya yang telah dijadikan pegangan.
Sikap dapat terbentuk karena faktor subyektif seseorang namun juga karena adanya interaksi sosial yang dilakukan oleh indpenden. Melalui interaksi sosial akan terjadi hubungan antar independen sebagai anggota kelompok sosial. Menurut Azwar (2002) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap seorang yaitu pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting. Media massa, instalasi atau lembaga pendidikan dan lembaga Agama serta Emisi dalam diri indenpenden.
Lembaga pendidikan baik formal maupun non formal sebagai suatu sistem dapat berpengaruh terhadap pembentukan sikap, karena dalam proses pembelajarannya juga menekankan pada aspek moral dan sikap. Oleh karena itu, pada saatnya nanti hasil pembelajaran tersebut dapat menentukan sikap independen atau kelompok terhadap hal tertentu (Borich, 1996).
            
Menurut Wringthman (dalam Azwar , 2002 ) ada tiga faktor utama perubahan sikap yaitu: (1) Kejadian-kejadian dimana orang berada; (2) Kejadian-kejadian yang berhubungan dengan komunikasi yang mencoba untuk mengubah sikap; (3) kejadian-kejadian yang berhubungan dengan setting dimana berlangsung usaha pengubahan sikap.
Perubahan sikap dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
1.   Faktor intern yang ada pada diri siswa/seorang yang banyak dipengaruhi oleh psikologis dan karakteristiknya.
2.   Faktor ekstern yaitu pengaruh yang datangnya dari luar yang dapat mempengaruhi perusahaan sikap siswa/orang. Pembelajaran sikap di sekolah termasuk faktor dari luar yang dirancang untuk merubah sikap siswa dengan berlandaskan pada perkembangan psikologis dan pengetahuan siswa.
Keberhasilan dalam merubah sikap di samping dipengaruhi oleh pribadi yang hendak dirubah, juga tergantung pada kemampuan persuasif individu (model manusia) yang ingin membantu merubahnya (Gagne, 1984).
Sikap seseorang dapat dinyatakan dalam pikiran-pikiran atau gagasan (aspek kognitif) juga dapat dinyatakan dalam emosi dan perasaan (aspek afektif) dan dapat diwujudkan dalam perilaku atau tindakan (aspek perilaku). Dari tiga aspek tersebut aspek afektif yaitu emosi dan perasaan cenderung lebih berpengaruh terhadap sikap seseorang yang selanjutnya akan diwujudkan dalam bentuk perilaku.
Menurut Wringhtman ( dalam Azwar , 2002 )) ada 3 ciri pokok, yaitu:
1.   Sikap selalu memiliki obyek
2.   Sikap biasanya bersifat evaluatif
3.   Sikap relatif menetap atau terus menerus dilakukan oleh seseorang
Ketiga komponen ini tidak dapat berdiri sendiri dalam mempengaruhi sikap dan tindakan seseorang, tetapi menyatu sehingga ia akan menentukan sikapnya terhadap sesuatu obyek yang dihadapinya. Setelah mengevaluasi obyek/masalah tersebut ia akan mengambil keputusan, seperti senang, tidak senang, setuju, tidak setuju, ragu-ragu atau bentuk sikap lainnya, keputusan tersebut bersifat relatif menetap atau terus menerus, seperti sikap terhadap pilihan agama yang dipeluknya.
Pembelajaran Sikap
Banyak sikap dipelajari sebagai hasil dari serangkaian interaksi dengan orang tua dan anggota keluarga, orang lain, teman di sekolah atau di masyarakat. Sikap tersebut dapat berubah secara mendadak sebagai hasil pengalamannya, atau berubah secara berangsur-angsur selama berbulan-berulan atau bertahun-tahun. Perubahan sikap disamping hasil pendidikan di rumah dan pengalamannya di masyarakat dapat pula dari hasil pembelajaran ( Gagne , 1984 )
Ada tiga situasi pembelajaran sikap dari hasil penelitian yang seksama Gagne (1984) yaitu: “1) clasical condition; 2) perception of success in behavior; 3) human modelling”.
Dari ketiga metode pembelajaran tersebut berdasarkan hasil penelitian yang paling handal dan terbukti mampu menghasilkan perubahan sikap adalah human modelling. Dalam pembelajaran ini hasil belajar merupakan hasil meniru sikap dari perilaku orang yang dijadikan model. Salah satu tokoh yang mengadakan penelitian (eksperimen) tentang model ini adalah Bandura baik hasil penelitian 1965 maupun 1969, 1977, 1993 dan 2002. Salah satu tokoh pendidikan di Indonesia yang membantu desain dan mengadakan treatment model percontohan adalah Achmad Kosasih Djahiri (1985).
Menurut Gagne (1984) salah satu metode yang dapat diandalkan dalam perubahan sikap adalah model manusia. Dalam pembelajaran ini belajar merupakan hasil dari meniru perilaku orang yang dijadikan model atau lebih tepat meniru pilihan tindakannya.
Dasar desain untuk memodel manusia ini menurut Gagne (1984) adalah sebagai berikut: “Seseorang yang dikagumi, dihormati, atau dipandang memiliki kredibilitas diamati (oleh satu atau beberapa siswa) untuk menampilkan tingkah laku tertentu atau melakukan pilihan tindakan pribadi tertentu”.
Penerapan metode human modelling dalam kegiatan belajar mengajar dapat dilaksanakan secara demonstrasi, peragaan, atau komunikasi terhadap pilihan yang diinginkan terhadap tindakan pribadi (sikap) oleh seseorang yang dihormati atau dikagumi. Orang yang dijadikan model bisa orang tua, guru, tokoh yang terkenal, atau populer, atau setiap orang yang dapat membangkitkan kepercayaan dan signifikan dapat dipercaya.

Daftar Rujukan :
Azwar, S., 2002, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gagne, R.M. 1987. The Conditionsektif-Nli Mcgrawy of Asciencetudes and Other Acquired Behavioral Disposition, Inlajaran sikap, kebiuakan pendidikan sistem gan of Learning and Theory of Instruction, New York: Holt, Rinehart and Wiston.
Koentjaraningrat, 1985, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta: PT. Gramedia.
Suit, Y dan Almasdi, 2000, Aspek Mental Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Gholia Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar